Entri yang Diunggulkan

Mencetak Generasi Muda Anti Korupsi Melalui Pendidikan Moral di Taman Pendidikan Al-Quran (TPQ)

Mencetak Generasi Muda Anti Korupsi Melalui Pendidikan Moral di Taman Pendidikan Al-Quran (TPQ)           Indonesia merupakan negar...

Monday, November 27, 2017

Desa Jeruk, Jeruk Manis dari Desa Kaliploso-Banyuwangi



Jeruk Manis dari Desa Kaliploso-Banyuwangi
RoyanAdi Ikhsan
 Pos-el : royanikhsan@gmail.com

Kabupaten Banyuwangi merupakan sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Timur dengan berbagai potensi yang di miliki, baik di sektor pariwisata, pertanian, perikanan, dan lain masih banywak lagi yang lain.. Luas wilayah Kabupaten Banyuwangi mencapai 5.782,50 km2. Data dari dinas pertanahan tahun 2005 mencatat tanah untuk persawahan mencapai area seluas 11,53 % (66,647 Ha) dari seluruh penggunaan jenis tanah di Banyuwangi. Luasnya tanah untuk pertanian ini karena Kabupaten Banyuwangi terkenal subur.
Seluruh desa-desa yang berada di Banyuwangi di tuntut untuk berlomba-lomba menggali potensinya masing-masing. Adapun untuk Desa Kaliploso di Kecamatan Cluring ini menekankan pada hasil pertanian yang berupa buah-buahan, baik buah naga maupun buah jeruk. Namun yang lebih di utamakan adalah pertanian buah jeruk. Tanamn buah tahunan yang berasal dari Asia mempunyai nama latin C. Auranticum L ini mempunyai banyak kelebihan. Oleh karena itu, mayoritas petani di Desa Kaliploso ladang persawahan di tanami pohon jeruk manis dan hampir di setiap RT terdapat pengepul jeruk. Tidak menutup kemungkinan bila desa ini dapat dijuluki dengan Desa Jeruk. Keuntungan dari benyaknya pengepul yaitu para petani tidak terlalu susah apabila musim panen tiba, tinggal menjual buah jeruk di pengepul terdekat. Kemudian oleh pengepul  jeruk-jeruk itu pun di soltir dan kualitas yang terbaik nantinya akan dikirimkan ke daerah-daerah yang memesan di seluruh Indonesia, contohnya saja Denpasar, Jakarta, Surabaya, Situbondo dan masih banyak lagi. Tidak heran Kabupaten Banyuwangi dikenal dengan penghasil buah jeruknya dengan kualitas terbaik.
Hal tersebut dapat terjadi berkat usaha para petani yang mengikuti seminar-seminar yang diadakan oleh kelompok tani setempat. Tujuannya untuk memberitahukan kepada petani setempat bagaimana proses penanaman, perawatan sampai dengan pemanenan. Tidak heran banyak petani yang menanam pohon berbuah manis tersebut karena pohon jeruk dapat bertahan hingga lebih dari  5 tahun juga menghasilkan buah yang banyak di setiap musim panennya.
Potensi yang dimiliki Desa Kaliploso ini akan menjadikan Desa Kaliploso lebih di kenal walaupun memiliki wilayah yang cukup kecil di bandingkan desa-desa yang lain. Tingkat ekonomi para petani pun meningkat seiring dengan hasil panen buah jeruk manis yang telah mereka tanam.

Sunday, November 26, 2017

Program SGM (Siswa Gemar Membaca) : Upaya Membangun Budaya Literasi Generasi Muda di SMA Negeri 1 Cluring, Banyuwangi



Program SGM (Siswa Gemar Membaca) : Upaya Membangun Budaya Literasi Generasi Muda di SMA Negeri 1 Cluring
Oleh : Royan Adi Ikhsan
            Indonesia merupakan negara yang memiliki keberagaman budaya. Budaya itu sendiri dapat terbentuk karena kebiasaan yang telah turun temurun di lakukan, dengan tidak lepas dari ilmu pengetahuan. Salah satu budaya yang ada di Indonesia dan menjadikan generasi penerus bangsa menjadi orang yang unggul adalah budaya literasi. Litersi bermakna luas, literasi dipahami tidak sekedar membaca dan menulis, tetapi lebih pada memanfaatkan informasi dan bahan bacaan untukmenjawab berbagai persoalan kehidupan sehari-hari. Menurut Unesco seseorang disebut literate apabila ia memiliki pengetahuan yang hakiki untuk digunakan dalam setiap aktivitas yang menuntut fungsi literasi secara efektif dalam masyarakat, dan pengetahuan yang dicapainya dengan membaca, menulis, maupun arithmetic memungkinkan untuk dimanfaatkan bagi dirinya sendiri dan perkembangan masyarakat.  
Namun, seiring dengan perkembangnya zaman budaya literasi di Indonesia mulai menurun. Ilmu pengetahuan teknologi yang semakin pesat dapat menggantikan buku sebagai sumber segala ilmu. Generasi di zaman sekarang ini lebih sering membuka handphone daripada buku. Lebih sering memlihat pesan di Whatsapp, BBM, Line maupun media sosial yang lainnya, lebih parah lagi mereka mengoprasikan dengan menyimpang, Kegiatan tersebut membuat generasi muda di zaman sekarang lupa akan waktunya yang senggang. Padahal waktu tersebut dapat digunakan untuk melakukan hal-hal yang sangat bermanfaat seperti membaca ataupun menulis. Sehingga buku yang mereka miliki pun hanya menjadi sebuah pajangan dan simpanan di lemari, lebih ironinya lagi buku-buku yang terdapat di perpustakaan sekolah semakin berdebu dan terabaikan. Dapat dikatakan bahwa generasi Indonesia sekarang akan minim akan pengetahuan, karena membaca merupakan kebutuhan dasar yang diperlukan oleh semua kalangan dalam memperoleh suatu informasi.
Hal tersebut didukung oleh sebuah fakta atau temuan dari berbagai lembaga yang melakukan studi tentang minat membaca. Programme for International Student Assessment (PISA) tahun 2009 melakukan studi tentang minat baca terhadap 65 negara. Dari studi PISA tersebut, peserta didik Indonesia menempati urutan ke-57 dengan skor 394 (skor rata-rata OECD 493), sedangkan PISA 2012 menunjukkan peserta didik Indonesia berada pada peringkat ke-64 dengan skor 396 (skor rata-rata OECD 496). Sebanyak  65 negara yang di survei tentang minat baca bahwa praktik pendidikan yang dilaksanakan di sekolah belum memperlihatkan fungsi sekolah sebagai organisasi pembelajaran yang berupaya menjadikan semua warganya menjadi terampil membaca untuk mendukung mereka sebagai pembelajar sepanjang hayat .
Studi yang sama juga dilakukan oleh United Nations Development Programme (UNDP) terhadap minat baca beberapa negara di dunia. Tidak jauh berbeda dengan temuan PISA sebelumnya, dari temuan UNDP tersebut, Indonesia menempati posisi ke-96. Hasil Survei UNESCO pada tahun 2011, indeks tingkat membaca masyarakat Indonesia hanya 0,001 %. Indonesia pada posisi 124 dari 187 negara dalam penilaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
Melihat keadaan tersebut, tidak ada cara lain untuk membentuk budaya membaca ini selain dengan menjadikan membaca sebagai kewajiban melalui Program SGM (Siswa Gemar Membaca). Semua menyadari bahwa buku menjadi salah satu pilar penting membangun karakter bangsa. Karena buku bukan sekedar memberikan kita segudang ilmu pengetahuan atau sekedar memuaskan dahaga intelektualisme kita. Namun, membaca buku, dapat membantu merubah masa depan, serta dapat menambah kecerdasan akal dan pikiran. Tanpa kita sadari manfaat membaca buku banyak sekali, antara lain : dapat menstimulasi mental, mengurangi stress, menambah wawasan dan pengetahuan, dapat menambah kosakata, dapat meningkatkan kualitas memori, melatih ketrampilan untuk berfikir dan menganalisa, meningkatkan fokus dan konsentrasi, memperluas pemikiran seseorang, mendorong hidup seseorang, membantu mencegah penurunan fungsi kognitif, dan masih banyak lagi.
Demikian besarnya pengaruh buku dalam menentukan arah dan kebesaran sebuah peradaban. Tidak heran bila banyak negara begitu peduli terhadap minat baca bangsanya. Berbagai langkah dan upaya dilakukan agar minat baca warganya meningkat. Berbagai stimulus diberikan untuk mendorong agar warganya memiliki budaya baca warganya. Di Jepang ada progam atau gerakan yang bernama 20 minutes reading of  mother and child.Gerakan atau program ini mengharuskan seorang ibu untuk mengajak anaknya membaca 20 menit sebelum tidur. Ini merupakan salah satu contoh dari upaya Jepang dalam meningkatkan budaya baca warganya.
Hal ini mendorong SMA Negeri 1 Cluring Kabupaten Banyuwangi untuk menerapkan gerakan wajib membaca. Gerakan wajib membaca ini sering disebut SGM (Siswa Gemar Membaca). Siswa diwajibkan membaca buku kurang lebih 15 menit sebelum Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) dimulai. Buku yang dibaca pun beragam dari non fiksi hingga fiksi sesuai dengan minat siswa sendiri. Setiap awal bulannya siswa diberi lembaran untuk mengisi setiap hari setelah membaca dengan menuliskan ringkasan buku yang telah ia baca selama 15 detik tersebut dan menulikan kosakata baru yang telah ia dapatkan. Pada akhir bulan akan ada pengecekan data dan siapa saja yang tidak melaksanakannya maka akan mendapatkan teguran bahkan sanksi yang tegas. Program SGM ini sudah berjalan kurang lebih 5 tahun. Gerakan ini dilaksanakan dengan tujuan agar buday literasi yang telah ada di Indonesia tidak lenyap seriring dengan berkembangnya zaman. Selain itu siswa akan memperoleh berbagai informasi dari buku selain buku pelajaran,  merubah cara berfikir siswa yang bergantung pada gadget, dan mencetak siswa yang mempunyai wawasan luas, berkarakter, dan berkualitas, juga menjadikan siswa dapat bersaing baik dilingkup regional, nasional bahkan internasional.
Gerakan tersebut sesuai dengan Permendikbud No. 21 Tahun 2015 tentang Kewajban Membaca selama 15 Menit yang dikeluarkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan periode 2014-2016 Anies Baswedan. Peraturan tersebut difasilitasi oleh Badan Bahasa sebagai satu upaya literasi bahasa. Para siswa dibiasakan membaca dan memahami isi bacaanya serta mampu menjadikan bacaan sebagai suber pengetahuan dan inspirasi. Tujuannya untuk menumbuhkembangkan budi pekerti peserta didik melalui pembudayaan ekosistem literasi sekolah yang diwujudkan dalam Gerakan Literasi Sekolah (GLS) agar mereka menjadi pembelajar sepanjang hayat.
Dengan terselenggaranya budaya literasi secara berkelanjutan dikalangan generasi muda khususnya di SMA Negeri 1 Cluring maka diharapkan dapat merubah ketergantungan siswa terhadap handphone dan nantinya akan menghasilkan generasi penerus bangsa Indonesia yang lebih baik serta membawa bangsa ini kepada kajayaan dan kesejahteraan. 
Mari Budayakan Membaca.
Salam Literasi !!!


Pentingnya Pendidikan Berkarakter di Indonesia



Pentingnya Pendidikan Berkarakter di Indonesia
Oleh : Royan Adi Ikhsan
            Di Indonesia, pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi manusia. Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik atau buruknya pribadi manusia. Menyadari hal tersebut, pemerintah sangat serius menangani bidang pendidikan, sebab dengan sistem pendidikan yang baik diharapkan muncul generasi penerus bangsa yang berkualitas, berkarakter, berkompetitif dengan jujur dan mampu menyesuaikan diri untuk hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Namun pada kenyataannya, pendidikan saat ini hanya menekankan pada hasil bukan proses sehingga telah gagal menciptakan generasi yang berkarakter. Oleh karena itu pendidikan karakter dianggap penting untuk dilakukan dalam rangka memperbaiki moral bangsa Indonesia. Pendidikan karakter adalah pendidikan yang menanamkan nilai-nilai moral kepada siswa, sehingga mereka memiliki karakter yang baik di dalam dirinya. Dalam pendidikan karakter sendiri, ada beberapa nilai moral yang baik untuk ditanamkan pada siswa-siswa di sekolah, diantaranya: nilai religius, kejujuran, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, demokratis, kompetitif, inovatif, dan tanggung jawab.
Pendidikan harus diberdayakan setiap saat, berkelanjutan, dan tersistem. Ini semua menuntut adanya tingkat unggulan kompetitif yang tinggi. Sehingga kita memerlukan inovasi yang pesat dalam dunia pendidikan. Karena, menjadi bangsa yang berharkat memerlukan unggulan kompetitif dalam berbagai bidang. Jika kita ingin menghasilkan berbagai unggulan kompetitif outcome pendidikan. Inovasi harus menjadi prioritas penting dalam pengembangan sektor pendidikan. Tanpa ada inovasi yang signifikan, pendidikan kita hanya akan menghasilkan lulusan yang tidak mandiri, selalu tergantung pada pihak lain. Pendidikan juga perlu difungsikan sebagai ujung tombak untuk mempersiapkan sumber daya manusia dan sumber daya bangsa, agar kita memiliki unggulan kompetitif dalam berbangsa dan bernegara di tengah-tengah kehidupan dunia yang semakin global.
Pendidikan sejatinya harus mampu melahirkan kader terbaik bangsa yang memiliki pemahaman kebangsaan dan peduli terhadap kehidupan bangsa dan negara. Secara  umum, kompetensi yang dimiliki oleh generasi kreatif, inovatif dan kompetitif yaitu:
1.      Mampu bersaing, bertahan dengan integritas dan disiplin
2.      Mampu membuat solusi terhadap suatu masalah
3.      Mampu memimpin, memberi keteladanan, dan menjadi pengikut yang baik
4.      Mampu bekerja secara tim maupun mandiri
5.      Mampu memahami kebhinekaan budaya nasional, global dan spiritualitas
6.      Menguasai wawasan kebangsaan dengan baik.
Menurut para ahli, seseorang yang kreatif selalu melihat segala sesuatu dengan cara yang berbeda dan baru. Orang yang kreatif, pada umumnya mengetahui permasalahan dengan sangat baik, serta dapat melakukan sesuatu yang menyimpang dari cara-cara tradisional. Proses kreativitas melibatkan adanya ide-ide baru yang berguna dan tidak terduga, namun dapat diimplementasikan.
Yang perlu diperhatikan dalam praktik pendidikan adalah bagaimana agar anak didik tidak mendapatkan hambatan untuk berpikir kreatif. Hambatan yang mengganggu kreativitas adalah jika pendidikan yang kita jalani tidak sesuai dengan minat dan bakat siswa. Selain itu, gaya kreativitas yang dimiliki juga tidak nyambung “match” dengan tuntutan kehidupan sehari-hari.
Hambatan lain terhadap kreatifitas datang dari unsur psikologis. Untuk menjadi kreatif seseorang harus berani untuk dinilai aneh oleh orang lain. Lihat saja para penemu dan seniman-seniman besar yang pada saat menciptakan karyanya seringkali dianggap “gila”. Karena itu tidak semua siswa siap untuk berbeda pendapat/ide dengan orang lain meskipun ide tersebut kemudian terbukti benar. Pola pendidikan kita yang kurang mendorong adanya variasi atau perbedaan pendapat juga sangat mendukung kurangnya kreativitas pada peserta didik.
Yang jelas, untuk menumbuhkan kreativitas dalam dunia pendidikan kita sebetulnya tidak sulit. Karena pada dasarnya kreativitas dapat terjadi di semua bentuk dan model pendidikan sejauh lembaga tersebut menghargai atau mendorong individu-individu untuk berkreasi. Jika tidak, maka anak didik  yang kreatif akan menjadi frustrasi dan selanjutnya terjebak dengan rutinitas yang ada.
Cara guru mengajar dan mendidik siswanya dengan mengabaikan perkembangan imajinasi dan kreativitas anak justru telah membuat “gembok” dalam otak belahan kanan anak-anak. Gembok itu harus segera dibuka sehingga perkembangan otak kanan anak Indonesia bisa seimbang dengan otak kirinya. Cara untuk membuka gembok itu antara lain dengan memberikan latihan kepada anak lewat kegiatan pengamatan, interpretasi, ramalan, dan eksperimen atau penerapan teori.
Kreatifitas adalah jantung dari inovasi. Tanpa kreatifitas tidak akan ada inovasi. Sebaliknya, semakin tinggi kreatifitas, jalan ke arah inovasi semakin lebar pula. Sayangnya, banyak pendapat keliru tentang kreatifitas. Misalnya, kreatifitas itu hanya dimiliki segelintir orang berbakat. Lebih salah kaprah lagi, kreatifitas itu pembawaan sejak lahir. John Kao, pengarang buku Jamming: The Art and Discipline in Bussiness Creativity, (1996), membantah pendapat ini. “Kita semua memiliki kemampuan kreatif yang mengagumkan. Dan benar kreatifitas bisa diajarkan dan dipelajari,” kata Kao.
Kreatifitas selalu dimiliki orang berkemampuan akademik dan kecerdasan yang tinggi. Ini juga pendapat keliru. Berbagai penelitian membuktikan, sekalipun kreatifitas bisa dirangsang dan ditingkatkan dengan latihan, namun tidak berarti orang cerdas dan berkemampuan akademik tinggi otomatis bisa kreatif. John G. Young, pengarang buku berjudul Will and Won’t: Autonomy and Creativity Blocks (2002), berkesimpulan bahwa kreatifitas juga membutuhkan kemauan atau motivasi. Mengapa?
“Sebab memiliki ketrampilan, bakat, dan kemampuan kreatif tidak otomatis membuat seseorang melakukan aktivitas yang menghasilkan output kreatif. Ia bisa memilih tidak melakukan aktivitas kreatif. Jadi faktor dorongan atau motivasi sangat penting di sini,” tegas Young.
Maka sudah saatnya dalam dunia pendidikan kita, perlu dibangun budaya berkompetisi untuk mengembangkan kreativitas siswa. Hal tersebut bisa difasilitasi dengan cara menyelenggarakan berbagai lomba, olimpiade dan sebagainya. Yang jelas, kegiatan semacam itu akan sangat membantu para pelajar dan mahasiswa untuk memiliki mental kompetitif. Sehingga, mereka akan terdorong untuk terus berkreasi serta mengeksplorasi bakat (Iba Ismail, 2004).
Selain itu, seseorang yang biasa mengikuti berbagai lomba akan memiliki kepercayaan diri dan kematangan mental ketika harus berkompetisi dengan peserta dari negara lain di tingkat dunia. Ahli strategi Sun Tzu (seorang tokoh yang hidup pada zaman Tiongkok kuno, namun tulisannya banyak sekali dimanfaatkan dalam strategi bisnis dan perang modern) menulis, suatu peperangan akan dimenangkan pihak yang mempunyai rasa percaya diri yang besar. Dengan kepercayaan diri tersebut, akan semakin mantaplah langkah untuk menghadapi persaingan di tingkat internasional, khususnya dalam era globalisasi ini.
Menurut Prof. Dr. Winardi, kreativitas merupakan sifat yang sangat penting dimiliki oleh setiap orang agar dapat survive (bertahan) dan mampu “memperbarui” dalam kondisi zaman yang sangat kompetitif saat ini. Kreativitas bermanfaat untuk membantu kita dalam memecahkan masalah secara lebih efisien dan efektif, membuat kita mampu menghasilkan produk yang inovatif sesuai dengan perkembangan jaman, serta membuat hidup menjadi lebih bergairah dan tidak membosankan. Kreatif akan menjadi salah satu strategi pribadi dan bisnis terpenting dalam menunjang kelangsungan hidup dan mencapai sukses. Kebutuhan akan pemikiran kreatif jadi semakin penting seiring dengan fakta bahwa metode operasi yang tradisional sedang menuai kegagalan.
Strategi pengajaran diungkapkan oleh Horng dkk. (2005), yang mengemukakan berbagai strategi pengajaran kreatif yang telah terbukti berhasil meningkatkan kreatifitas para siswa. Strategi tersebut sebaiknya diterapkan sebagai aktivitas yang terintegrasi. Berbagai strategi tersebut ialah :
A.    Pembelajaran yang berpusat pada siswa
Strategi ini menuntut guru berperan sebagai fasilitator yang menolong para siswa untuk melakukan refleksi diri, diskusi kelompok, bermain peran, melakukan presentasi secara dramatikal, dan berbagai aktifitas kelompok lainnya. Guru juga berperan sebagai teman belajar, inspirator, navigator, dan orang yang berbagi pengalaman. Para siswa diberi kebebasan untuk memilih perspektif yang akan mereka gunakan untuk mempelajari suatu topik. Berbagai metode tersebut akan membuat para siswa berubah dari pendengar pasif menjadi observer dan mampu menunjukkan kemampuannya. Guru hendaknya juga memberikan kesempatan kepada para siswa untuk memilih topik dalam berbagai tugas proyek individu atau kelompok.
B.     Penggunaan berbagai media dalam pembelajaran
Guru yang kreatif akan menggunakan berbagai media dalam mengajar yang bertujuan untuk menggairahkan para siswa dalam berfikir, memperluas sudut pandangnya, dan memicu diskusi yang lebih mendalam. Tan (dalam Horng dkk., 2005) mengemukakan bahwa video terbukti efektif untuk meningkatkan kreatifitas para siswa. Pelajaran yang difasilitasi oleh penggunaan video akan menjadi lebih atraktif, menarik, dan lebih mudah diingat oleh para siswa.
C.     Strategi manajemen kelas
Strategi ini mencakup interaksi antara guru dan siswa yang bersahabat dan memperlakukan siswa dengan menghormati berbagai kebutuhan dan individualitasnya. Guru diharapkan mampu berbicara dengan nada dan bahasa tubuh yang ramah (gentle) kepada para siswanya. Guru diharapkan juga tidak menginterupsi atau menghakimi secara tergesa-gesa pada saat para siswa mengekspresikan ide-idenya. Guru diharapkan mampu memberikan bimbingan, pertanyaan terbuka yang lebih banyak, atau menyampaikan pengalaman pribadinya sebagai referensi. Humor yang digunakan guru di dalam kelas dapat menjadi jembatan penghubung antara guru dan siswa, serta menyediakan lingkungan belajar yang santai.
D.    Menghubungkan isi pengajaran dengan konteks kehidupan nyata
Guru yang mampu memberikan pelajaran sesuai dengan konteks nyata kehidupan berarti telah membagikan pengalamannya kepada para siswa. Hal ini akan menjadi pemicu bagi para siswa untuk memberikan respon, berdiskusi, dan berfikir dalam tingkat tinggi. Proses pengajaran yang terintegrasi akan menolong para siswa untuk mengembangkan keterampilan dalam mengekspresikan dan merealisasikannya dalam kehidupan nyata sehari-hari, menemukan contoh dalam kehidupan nyata untuk membuktikan apa yang telah mereka pelajari, dan menghubungkan apa yang mereka pelajari dengan berbagai pengalaman kehidupan.
E.     Menggunakan pertanyaan terbuka
Pertanyaan-pertanyaan terbuka akan menggerakkan para siswa untuk berfikir kreatif. Esquivel (dalam Horng dkk., 2005) bahkan menyatakan bahwa pertanyaan terbuka merupakan karakteristik dari guru yang kreatif. Guru yang kreatif juga selalu mendorong siswanya untuk membuat dan berimajinasi dalam diskusi kelompok. Berbagai hasil penelitian (dalam Horng dkk., 2005) menunjukkan bahwa para guru dapat memberikan pengaruh yang lebih positif dengan mendorong para siswa agar ”menjadi kreatif”.
Dari uraian diatas, sekolah-sekolah di Indonesia diharapkan dapat menerapkan pendidikan berkarakter sehingga siswa bisa berfikir secara kreatif agar dapat berkompestisi dengan yang lain di era globalisasi ini.